Sabtu, 26 Desember 2020

Filosofi Arti Roti Buaya Betawi Sebenarnya

Roti buaya Betawi hantaran penting dalam prosesi pernikahan suku betawi. Filosofi arti sebenarnya menjadi komponen wajib seorang laki-laki ingin mengakibatkan wanita pujaannya menjadi pasangan hayati. Tentu roti buaya merupakan tradisi yg nir akan lekang menggunakan ketika & nir akan terlupakan ketika seserahan dalam waktu akad nikah.

Napak Tilas.

Pada zaman itu tentu kali yang memiliki buaya putih berada dibeberapa loka di Betawi atau Jakarta sekarang. Seperti pada Kali Cideng, Kali Lebak Bulus, dan Kali Gunung Sahari. Sepasang buaya putih inilah yg selalu menjadi Kali Gunung Sahari sebagai penunggunya dengan nama Ki Srintil & Ni Srintil. Memang kelihatannya menakutkan tetapi inilah cerita menurut mereka awal adanya roti buaya yg sebagai komponen penting & nir boleh diabaikan bila pada prosesi akad nikah berlangsung.

Roti Buaya menjadi Budaya Betawi.

Sejarawan H.Irwan Sjafi'ie mengungkapkan sepasang roti buaya yang sebagai hantaran pengantin laki-laki dalam waktu akad nikah mempunyai panjang 60-70 cm tergantung dari kemampuan ekonomi calon mempelai laki-laki . Tentu apabila ukurannya makin panjang akan mempengaruhi harga yang akan dibayar oleh mempelai pria.

Persiapan sepasang roti buaya ini akan dibawa ke rumah mempelai wanita selesainya dihias warna-warni menggunakan kertas minyak. Tentu hantaran ini bersamaan menggunakan uang mahar atau mas kawin, baju, selop, miniatur mesjid berupa uang belanja, indera make-up, dll.

Kreatifitas dapat dilihat dari adat suku Betawi ini seperti kain  yang dihias berbentuk binatang seperti angsa, bebek, kelinci, dan kucing. Waktu seserahan berlangsung dan sesuai dengan adat, calon mempelai pria harus membawa makanan yang sangat disukai oleh pengantin wanita waktu kecil disebut dengan kekudung. Tentu kekudung ini bisa berbentuk pete, jengkol, ikan asin ataupun ikan teri.

Walaupun saat telah berubah menggunakan terjadinya asimilasi budaya menggunakan adanya percampuran suku tentu budaya ini masih terpelihara menggunakan baik. Jika wanita atau laki-laki betawi menikah menggunakan laki-laki atau perempuan berdasarkan suku lain permanen roti buaya Betawi sebagai hantaran wajib yang harus dibawa sebagai hantaran.

Filosofi Roti Buaya Betawi.

Menurut adat betawi setelah akad nikah berlangsung pengantin pria harus pulang rumahnya selesainya disandingkan pada malam resepsi yang duduk dipelaminan puade hanya pengantin wanita. Roti buaya diletakan di tempok dekat pelaminan apabila terdapat perubahan dalam bentuk warna dalam roti buaya contohnya relatif hangus makan para ibu yg mengucapkan selamat kepada penganten "Penganten Prianya Berkulit Hitam" canda bunda tersebut dan seterusnya.

Yang sebagai inti makna menurut roti buaya ini adalah pada positif misalnya "buaya mesjiddanquot; yang berhubungan dengan rajin ibadah. Bukan arti buaya lain sebagai model "buaya daratdanquot;, "mata buaya" atau lain sebagainya.

Budaya ini masih bertahan sampai sekarang dalam prosesi pernikahan lantaran merupakan suatu simbol bagi suami-istri dimasa depan yang kuat, setia pada pasangan & mapan pada ekonomi. Sifat buaya sabar walaupun kalem tetapi mampu secara datang-datang melompat & menerkam. Maknanya suku Betawi selalu tabah apabila mereka dilecehkan tentu akan melawan dan bahkan akan sulit untuk dilarang.

Selanjutnya:

Wisata Kota Tua Jakarta Indonesia

Wisata Pasar Tua di Jakarta Indonesia